Tuesday, November 17, 2015
TECSTAR's Writing Contest | My Dad My Hero | Ayahku Sahabat Terbaikku
Ayah,
Berjuta kata ingin kurangkai, tapi rasanya tak akan pernah cukup untuk menggambarkan rasa syukur ini karena telah memilikimu. Seorang ayah yang sangat mengasihi putra putri dan keluarganya, seorang ayah yang tak pernah lelah mendidik putra putrinya agar menjadi manusia yang berbudi dan berguna, seorang ayah yang tak pernah lelah memikul tanggung jawab menafkahi keluarganya. Meskipun tidak terucap dari bibirmu, tapi kami selalu tahu dari tetesan keringatmu, betapa besar pengorbanan dan tanggung jawabmu.
Aku lahir di keluarga sederhana, ayahku hanyalah seorang petani biasa yang bekerja membanting tulang, berpanas panasan sepanjang hari demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Ibuku seorang pedagang yang mengharuskannya berangkat ke pasar pagi pagi buta dan pulang menjelang sore. Otomatis, ayahkulah yang memikul tanggung jawab mengawasiku. Di sela sela kesibukannya menggarap ladang, ayah selalu tak pernah lupa mengantar dan menjemputku ke sekolah. Maklum, sekolahku lumayan jauh dari rumah dan kami tempuh dengan berjalan kaki. Beruntunglah anak anak jaman sekarang dengan begitu banyak kemudahan. Motor dimasa kecilku adalah barang mewah yang tidak semua kalangan bisa memilikinya. Ketika waktu pulang sekolah tiba, ayah dengan setia menantiku, senyumnya selalu mengembang saat aku menghampirinya. Meskipun letih, tapi ayah tak pernah menolak ketika aku meminta gendong di punggungnya karena lelah berjalan. Aku selalu suka saat tanganku menggelayut manja di pundak ayahku. Sambil menggendongku, sepanjang jalan ayah tak henti bercerita banyak hal yang membuatku tertawa riang.
Ayah selalu mengajakku pergi ke ladang, karena ia khawatir jika meninggalkanku sendirian di rumah. Setiap kali ke ladang bersamaku, ayah membawa serta mainan, buku bacaan dan makanan agar aku tidak merasa bosan ketika menunggunya bekerja. Mengerjakan PR dari sekolah pun aku lakukan di gubug yang ada di ladang, dan ketika aku tidak paham dengan soal soal yang ditanyakan, aku selalu memanggil ayah. Meskipun sedang mencangkul, ayah akan meluangkan waktu untuk mengajariku, tak pernah kulihat dia mengeluh dan berkata lelah mengajariku di tengah tengah pekerjaannya yang menguras tenaga.
Sungguh masa kecil yang penuh warna bersama ayah. Namun kini, setelah aku dewasa, ayah tak lagi sanggup pergi ke ladang. Tenaganya telah renta dimakan usia. Namun nasehatnya tak pernah hilang ataupun berkurang dari ingatanku.
Aku bersyukur, meskipun ayah telah lanjut usia, ayah diberi karunia sehat, ingatannya pun masih tajam. Aku berharap agar ayah sehat selalu, agar bisa terus bersama kami.
Ayah,
Terimakasih telah menjadi sahabatku.
Terimakasih telah menjadi bagian terindah dalam hidupku.
Dari Putri Mungilmu, untukmu Bapak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment