Monday, September 18, 2017

DAY 4 | Bye Bye Jerawat

Bismillah

Day 4

Selamat pagiii duniaaaa…
Aku mulai menulis di sela sela kesibukanku menyiapkan perlengkapan si kakak yang sekolahnya masuk siang. Harus pandai memanfaatkan celah waktu biarpun cuma sebentar. Sekarang si kakak baru mandi, oke deh ...sambil menunggu dia selesai mandi, ngga ada salahnya ketik ketik sedikit untuk pemanasan. Lumayan kan dapat beberapa baris kalimat daripada nganggur dan berdiam diri.
Tapi sayangnya kali ini belum ada ide mau menulis tentang apa, karena perasaanku sedang biasa biasa saja. Ini nih yang membuatku selalu stuck menulis. Seharusnya ide tidak terpaku pada perasaan, ide itu luas, banyak dan tak terhitung jumlahnya. Tapi karena kebiasaan burukku yang hanya bisa menulis ketika perasaanku butuh tempat curhat. Akhirnya seperti ini… bingung sendiri.

Sebenarnya sudah beberapa hari, pokoknya lebih dari seminggu, aku galau akan suatu hal yang bersifat pribadi. Dan semua yang kurasakan itu belum kuungkapkan pada siapapun termasuk suami sendiri. Masih rahasia. Sepertinya ini terkait perubahan hormon kewanitaan diusiaku yang memasuki 35 tahun. Wuaaah!!! Ngga terasa sudah cukup matang juga. Kalau orang orang menyebutnya setengah baya. Tapi menurutku kok jadi kesannya tua banget ya?
Kalau aku lebih suka menyebutnya usia matang. Lagipula aku merasa belum tua tua amat..hehee. Entahlah dengan mereka yang melihat, kalau aku rasanya masih sama seperti dulu. Perbedaan yang terlihat itu hanya pada lipatan perut yang semakin menebal, huhuhuu. Jadi sedih kalau ingat lemak yang gampang mampir padahal makan juga ngga banyak banyak amat. Dulu waktu masih single, berat badan lumayan besar dibanding tinggi badan tapi masih dalam taraf wajar. Tapi kulit kencang, lemak ngga ada yang menggelambir disana sini. Sekarang...berat badan malah lebih sering dibawah daripada waktu masih single, tapi lemak diperut terlihat sekali. Mungkin karena kurang olahraga. Ya..namanya juga ibu rumah tangga biasa. Terkadang malas lebih mendominasi. Ketimbang berolahraga waktu luang malah digunakan untuk nyantai nonton drama kesayangan. Maklumlah, ibu ibu itu jarang bisa santai kalau anak anak di rumah. Tapi semenjak melihat perubahan bentuk perut yang mengganggu pemandangan, aku jadi terobsesi untuk olahraga lagi. Tujuan utamanya biar perut kembali ramping dan rata. Bisa ngga ya?
Ya ampuuun...banyak banget ya obsesiku, selain menyelesaikan tantangan 1000 kata perhari selama 180 hari, sekarang aku punya obsesi baru. Mengecilkan perut dan menghilangkan gelambir gelambir lemak di tubuh. Aduh...berat nian tugasku.

Tapi, ada satu hal yang membuatku bahagia memasuki usia ini. Hilangnya jerawat yang puluhan tahun mengganggu penampilanku! Benar! Jerawat itu tiba tiba saja ngga betah nongol berlama lama di mukaku. Padahal tadinya, aku itu identik dengan jerawat. Sampai mukaku banyak bercak bercak dan bintik kehitaman dimana mana, belum lagi bekas jerawat yang meninggalkan bekas bolong bolong di wajah. Aduuuh...melihat muka sendiri di kaca itu ngeri banget rasanya. Setiap hari ada saja jerawat yang muncul di wajah. Jadi jika dalam satu minggu hanya tumbuh 10 biji jerawat besar, merah, meradang, itu sebuah anugrah terindah, karena biasanya mukaku rata dengab jerawat. Mungkin saat itu jerawat di wajah sudah memasuki level akut. Masih mau muntah tiap membayangkan saat jari ini tak mau tinggal diam begitu ada jerawat yang terlihat sudah matang. Pencet sana pencet sini. Sakitnya ngga karuan. Ditahan sambil meringis, dipaksain pencet sampai keluar nanah dan darah. Sampai habis tissue tak terhitung lembarannya untuk menyerap letusan jerawat. Kalau sudah kempes rasanya itu legaaaaa banget. Tapi sialnya, esok pagi sudah muncul jerawat baru yang menggantikan posisi jerawat yang baru kukempesin tadi. Rasanya itu pengen nangis guling guling. Taraf pedeku sempat merosot tajam, ketemu orang rasanya malu apalagi kalau sampai bertatap muka. Bawaannya selalu curiga. Jangan jangan mereka hanya mau menghitung jumlah jerawatku, jangan jangan mereka risih melihat mukaku, jangan jangan mereka merasa geli melihat jerawat bertebaran seperti ini, jangan jangan mereka mengira aku tidak pernah membersihkan muka. Aduuh mas, mbak, pakde, budhe, om, tante, kakak, adek...jangan ditanya deh gimana super bersih dan hygienisnya diriku setiap hari dalam merawat muka. Tapi memang mungkin jerawat itu dulu menganggap wajahku itu rumahnya, jadi mereka ngga mau pergi begitu saja. Pengen nangis rasanya. Aku sampai malu tiap ada acara kumpul keluarga. Jerawatku pernah menjadi topik utama soalnya. Ponakan ponakanku pernah bertanya, “tante sulis jerawatnya masih banyak aja”..
Nangis deh dalam hati. Anak kecil usia 3 tahunan bisa tahu tentang jerawat, itu kalau ngga ibunya yang sering cerita di dalam rumahnya ngga bakal dia tahu. Huhuhuu...rasanya pengen ambil parutan trus di gosok ke muka, biar rontok tuh jerawat sialan.

Jerawat ini sepertinya berkaitan erat dengan gaya hidupku waktu masih ABG. Kebetulan ibuku punya usaha yang bergerak di bidang makanan, ett daah...secara sederhananya ibu itu jualan nasi lengkap sama lauk pauknya di pasar. Telur, ikan, daging, tahu tempe, mie, pecel, sampai kue seperti wajik, jadah (sejenis uli di Jawa Barat), cempora, lapis, geplak, dsb semua ada. Ibu sudah berjualan seperti ini kalau ngga salah ingat itu sejak aku masih kelas 1 sekolah dasar. Dan semenjak ibu jualan nasi plus sayur dan lauknya ini, ibu jadi jarang masak untuk keluarganya karena menurut ibu, kami bisa memakan apapun yang kami mau dari dagangannya. Awalnya sih iya, lahap banget makan makanan enak setiap hari. Disaat orang lain cuma makan dengan sayur lauk tempe, keluargaku makan enak lauk ikan atau daging, minimal telor ceplok cabe ijo special dagangan ibu. Tapi lama kelamaan eneg juga makan makanan yang sama bertahun tahun lamanya. Aku maklum juga sih dengan kesibukan orang tuakuyang setiap hari berkutat di dapur, pasti mereka sudah lelah sekali karena mereka bekerja sendiri tanpa dibantu karyawan.
Akhirnya, suatu hari ibu mengenalkan kami pada mie instan. Wuaahh!!! Aku, adikku, bapak dan ibu, pokoknya kami sekeluarga menikmati sekali mie instan itu. Waktu itu ibu membuatkan mie rebus lengkap dengan telor, cabe rawit dan caisim. Dimakan pas cuaca lagi dingin dinginnya. Sluuurrrpp..!!! Segar, pedes, panas, endesss, nikmat banget pokoknya.
Sejak itu aku jadi ketagihan makan mie instan. Mau berangkat sekolah aja sarapannya wajib mie rebus pake telor. Dan kebiasaan itu berlangsung sampai beberapa tahun. Mungkin karena aku sudah bosan dengan masakan yang sama setiap hari. Ehh tapi semenjak jerawat mulai mampir diwajah, aku sering protes pada ibu. Aku minta dimasakin sayur yang ngga sama dengan yang dibawa ke pasar. Sayur apa saja, buncis, kangkung, kacang panjang, dll. Dan ibu pun akhirnya punya tugas ganda. Tapi karena kebiasaanku dulu dalam mengkonsumsi mie secara berlebihan maka imbasnya kena ke wajah. Jerawat meradang dan susah dihilangkan bahkan sampai umurku 30 tahun.
Nah, selama beberapa tahun ini, aku mulai menata hidupku. Mulai belajar hidup sehat, berpikiran positif dan mencoba selalu bahagia. Plus dengan sedikit perawatan juga tentunya. Akhirnya jerawat jerawat itu mulai memudar perlahan. Jikapun masih ada yang bandel, jerawat itu hanya tumbuh ketika mau datang bulan. Bahkan sekarang jarang sekali jerawat nongol. Bekas bekas kehitaman mulai memudar, bolong bolong juga mulai rata, kulit wajah juga tidak kasar lagi. Padahal aku tidak memakai cream cream atau perawatan dokter yang mahal. Inilah yang membuatku makin bahagia di usia ke 35. Bebas dari jerawat dan kroni kroninya.

No comments:

Post a Comment