Sunday, September 17, 2017

DAY 3 | Tentang Kesedihan

Bismillah

Day 3

Tidak terasa sudah memasuki Day 3. Dari pertama konsisten menulis, isi tulisanku masih seputar ego pribadi.
Namanya juga baru belajar, siapa tahu nanti aku punya kesempatan untuk mengembangkan ilmu menulisku lebih jauh lagi. Berharap sekali bisa belajar langsung dari penulis idolaku, bang Darwis Tereliye.

Kesedihan
Kali ini aku mau menulis tentang salah satu sifat yang dimiliki manusia. Kesedihan sudah menjadi bagian dalam diri manusia, siapa sih orangnya yang belum pernah bersedih? Aku yakin setiap orang pasti pernah merasakannya meskipun dengan level kesedihan yang berbeda.
Kok tiba tiba tertarik untuk menulis tentang kesedihan sih? Sudah kubilang tadi, dari pertama menulis tantangan ini kemarin, semua terkait erat dengan keadaan emosiku. Ooh...jadi hari ini lagi sedih, gitu?
Iya...aku memang sedang bersedih, puas?
Sudah bisa ditebak, pasti pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa bersedih?
Mau tahu apa mau tahu bangeet? Namanya juga manusia, ada saat dimana perasaan sedih itu lebih dominan.
Ya, kuakui aku sedang bersedih. Tiba tiba saja perasaan itu seperti merenggut senyumku. Membuat pikiran kusut dan terasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di dadaku. Istilahnya nyesek. Aku termasuk tipe orang yang tidak bisa blak blakan mengungkapkan isi hati, sedih kupendam sendiri, senangpun tak terlalu girang mengekspresikannya. Entahlah, memang sudah diciptakan seperti ini dari sananya. Makanya kalau lagi sedih, aku lebih banyak diam, menyendiri, bahkan sesekali kalau lagi muncul lebaynya nangis sesenggukan di kamar mandi. Melow itulah diriku. Makanya tadi kubilang, saat sedih tiba tiba seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati. Dan satu satunya cara untuk meluapkan semua itu biasanya aku tuangkan lewat tulisan. Saat jemari menari, saat otak memberi sinyal untuk mengeluarkan apa yang menjadi beban dihati, tak terasa ganjalan yang membuat dada sesak mendadak berkurang sedikit demi sedikit. Dari sini aku tahu, kenapa menyimpan kesedihan itu tidak baik buat kesehatan. Karena rasanya itu benar benar membuat sakit hati, sakit kepala. Jadi, untuk melepaskan penyakit sedih itu, aku memilih mencurahkannya lewat tulisan. Ngga takut dibaca orang lain? Ngga malu kalau masalah pribadi diumbar gini? Malu siih...makanya jika curhat di ajang umum seperti ini, aku hanya menuliskan garis besarnya saja, ngga spesifik apa yang kualami. Karena aku masih punya batasan dan pengendalian diriku masih bekerja sempurna. Hanya saja ketika jari asyik menulis, tiba tiba saja beban itu luruh perlahan lahan seiring tarian jemariku. Itulah sebabnya aku suka menulis.

Tulis doong, sedihnya hari ini karena apa?
Hmm..biar ngga kepo, tak apalah sekali kali kutulis disini.
Jadi ceritanya gini, anakku yang besar kan Senin besok mau UTS, sudah pasti sebagai ibu yang baik aku harus menyediakan banyak waktuku untuk belajar menemaninya. Tapi namanya ibu ibu, tetap saja tidak bisa kalau harus fokus pada satu hal saja. Pekerjaan rumah yang menumpuk juga menuntut untuk diselesaikan. Sementara jika aku mengerjakan tugas rumahku, anakku tidak akan belajar, biasalag anak cowok. Jika tidak ada yang mengawasi, dia akan asyik bermain. Satu satunya cara adalah dengan meminta bantuan suami. Kebetulan weekend dia libur, biasanya masuk kantor setengah hari, tapi mungkin karena dia capek, jadi sabtu kemarin sengaja mengambil libur. Wah kebetulan banget.
Sebenarnya jauh jauh hari juga aku sudah wanti wanti kalau aku mau minta bantuannya. Aku ngomong pelan pelan, kalau aku butuh bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah karena aku harus membantu anakku belajar. Seperti biasa, suami cuma mengiyakan, tapi entah didengar atau tidak, aku tidak tahu.
Kenapa aku begitu stress tiap akan belajar bersama anakku? Karena anakku ini ngeyelan, kalau aku ngga sengaja bentak sedikit, dia bakal ngambek, marah, nangis trus pergi main, ngga jadi belajar. Oke deh, akhirnya kami berbagi tugas. Suami membantu menyetrika baju dan aku bertugas mengajari anakku. Satu jam berlalu, semuanya masih baik baik saja. Nah, ngga sengaja tiba bagian dimana stress mulai melanda anakku dan juga diriku. Bentakan bentakan kecil mulai keluar dari mulutku. Dan anakku mulai menangis, marah lalu pergi keluar.

Helloo..
9 jam berikutnya...tik tok tik tok
Terhenti lagi sekian lama karena ada banyak tugas setiap libur tiba. Kalau orang kantoran atau orang kerja, hari libur itu selalu ditunggu karena tiba waktu buat santai. Tapiiii..buat ibu rumah tangga sepertiku, huhuhuu...jangan ditanya. Kerjaan malah menumpuk 10x lipat dari hari hari biasa. Ya sudahlah...bukan cuma aku saja yang merasakan, banyak temennya ibu ibu diluar sana yang senasib denganku malah mungkin ada yang nasibnya lebih tidak beruntung dibanding diriku. Bersyukur saja daripada dibawa sedih. Nanti makan hati, bisa sakit.
Back to sedih yang kurasakan,
Kadang laki laki itu suka muncul sifat egoisnya, meskipun tak memungkiri juga kalau wanita juga punya egoisme tinggi. Suami kerja 5 setengah hari dalam seminggu. Di hari Sabtu dia pulang lebih awal karena jam kerja lembur yang hanya setengah hari. Sebagai istri yang baik, aku selalu memaklumi pasti dia merasa lelah dan butuh istirahat setelah capek dengan rutinitas pekerjaannya. Jadi setiap hari Sabtu siang sampai tiba kembali waktu tidur malam, kubiarkan dia beristirahat. Entah nonton tivi, main hape, tiduran atau tidur beneran, nongkrong depan rumah, atau sekedar ngobrol dengan pak RT selalu tak pernah kuganggu. Semua pekerjaan rumah kutangani sendiri, jikapun dia membantu, aku tak pernah memaksanya.
Tapi kalau hari Minggu, aku seringkali meminta bantuannya jika pekerjaan menumpuk dan menuntut untuk segera diselesaikan. Tapi namanya laki laki, apa yang diperbuat untuk menyenangkan pasangannya selalu lebih banyak karena perintah, jadi kesannya itu terpaksa banget. Mungkin para lelaki itu berpikir, mereka sudah kerja cari uang untuk keluarga, jika ada waktu libur, itu adalah hak mereka untuk bersantai dan melakukan apapun sesuai keinginan mereka sesuka hati. Hellooowww…. Apa kabarnya kami para wanita yang menyandang gelar ibu rumah tangga?
Memang sih, waktu kami kebanyakan di rumah, jadi mungkin para lelaki  menganggap tiap hari itu adalah liburannya ibu ibu. Duh gusti...kami juga punya perasaan dan rasa lelah looh…
Sedihnya itu gini kemarin..
Aku sudah pesan jauh jauh hari sama suami, kalau aku butuh bantuannya di hari Sabtu atau Minggu ini untuk membantuku berbagi pekerjaan rumah karena anakku Senin mau UTS. Aku butuh membelajarinya. Oke, fix! Dia cuma mengiyakan dan kuanggap mau melakukan permintaanku. Sampai tiba hari Sabtu….
Biasanya dia kerja setengah hari, jam 14.00 WIB sudah sampai dirumah. Tapi sabtu kemarin dia tidak berangkat kerja. Aku sudah GeEr saja, hmmm pasti karena permintaanku kemarin yang menginginkan dia untuk membantuku.
Ternyata eh ternyata perkiraanku itu salah, dia tidak kerja lembur di hari Sabtu karena capek.
Fiuuh...tetap akhirnya semua kulakukan sendiri. Suami kok ya tega melihatku pontang panting, malah santai main hape buka youtube dengan suara kencang. Sama sekali tidak ada niat melihat kesibukan istrinya yang berkutat antara tumpukan pekerjaan rumah dan menjadi guru les buat anaknya.
Namanya wanita, terkadang keluar sifat alaminya. Sindiran demi sindiran keluar sampai akhirnya suami ngga tahan mendengarnya. Dengan muka ditekuk, segera dia menyambar setrikaan dan mulai menyetrika. Kesempatan ini kugunakan untuk mengajari anakku belajar Matematika. Eeh...baru berapa lembar dia menyetrika, keluhan demi keluhan terus mengalir dari mulutnya. Ya ampuuun...aku sungguh tidak bisa fokus kalau seperti ini.

Bisa ditebak, akhirnya kami perang mulut. Yang pada akhirnya suami meninggalkan pekerjaannya yang baru mulai itu. Sepertinya ini memang salah satu caranya untuk membebaskan diri dari tugas perempuan. Biasanya aku juga tidak memaksanya untuk membantu. Cuma karena anakku mau UTS, jadi beberapa hari sebelumnya sudah kuminta baik baik untuk membantu.
Dengan santai suami tiduran di kamar, berkutat lagi dengan hapenya. Aku mengerjakan semua sendiri sambil menangis sesenggukan.
Saat itu rasa sedih tiba tiba bertumpuk didada. Apa seperti ini ya nasib perempuan perempuan di luar sana. Atau mungkin cuma aku saja yang merasakan karena yang lain tidak menyibukkan diri sepertiku. Mungkin yang lain sanggup membayar asisten rumah tangga.
Sebenarnya bukan pekerjaan rumah yang membuatku sedih, tapi sikap suami yang seolah tidak peduli ketika aku membutuhkan bantuannya. Padahal aku memintanya pelan pelan dan sudah bilang jauh jauh hari.
Itulah kenapa ide menulis kesedihan ini tadi tiba tiba muncul dikepalaku.
Yah..begitulah suka duka, lika liku mengarungi kehidupan rumah tangga. Tak selamanya dijalani dengan manis. Terkadang ada riak riak kecil yang menerpa. Tapi semua itu memang perlu untuk menumbuhkan kedewasaan diantara kami berdua. Dari situ kami belajar bagaimana caranya menyelesaikan masalah. Karena kami punya komitmen, apapun masalahnya tidak boleh dibiarkan berlarut larut. Buktinya malam ini kami sudah baikan, karena sogokan Nasi Goreng Pete dari suami sanggup meredakan galau dan sedihku tadi, hehee.
So, be happy...karena sedih itu bikin penyakit. Sedih boleh, tapi jangan berlarut larut yaa …

Luv U all

No comments:

Post a Comment